DALAM rangka mengenang hari lahir Al-Zaytun, yang diresmikan Presiden BJ Habibie 27 Agustus 1999, tulisan ini sengaja mengambil sudut pandang yang agak politis, yaitu mendasarkan pada dinamika pemilu legislatif dan eksekutif dua tahun lalu, untuk memberikan ketegasan bahwa ada kaitan antara Al-Zaytun dengan kekuatan politik.
Kedekatan petinggi Ma’had Al-Zaytun dengan Golkar, merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Pada Pemilu Legislatif 5 April 2004, dari sekitar 11.563 calon pemilih yang tersebar di 39 TPS yang tersedia, hampir seluruhnya memberikan suaranya kepada Partai Golkar dan “Golkar” PKPB.
Untuk DPR Pusat, sekitar 10.661 suara atau 92,84 persen diberikan kepada PKPB pimpinan R Hartono dan Mbak Tutut, mantan petinggi Golkar yang kini masih tetap “Golkar”. Peringkat kedua, Partai Golkar dengan 618 suara.
Sedangkan untuk DPRD Provinsi Jawa Barat, sekitar 10.868 suara atau 93,91 persen diberikan kepada Partai Golkar, khususnya untuk caleg Hj. Tetty Kadi Bawono.
Untuk DPRD Kabupaten Indramayu, partai Golkar dipilih oleh 10.687 suara atau 92,34 persen, dan suara itu terfokus pada satu suara yakni Drs. H. Kaharuddin. Sedangkan anggota DPD yang menjadi pilihan konstituen Al-Zaytun adalah DR KH Sanusi Uwes dengan 11.276 suara atau 97,43 persen.
Maka, tidak mengherankan bila pada pilpres putaran pertama 5 Juli 2004 lalu, yang dipilih oleh hampir seluruh warga Al-Zaytun adalah capres dari Partai Golkar, Jenderal Purnawirawan Wiranto, mantan ajudan Presiden Soeharto, mantan Pangab pada masa Habibie.
Bila pada pemilu legislatif peserta pemilu dari Al-Zaytun hanya mencapai 11.563 jiwa, maka pada putaran pertama pilpres 5 Juli lalu, suara itu menggelembung menjadi 24.878 jiwa, dan secara otomatis membengkakkan jumlah TPS dari 39 menjadi 84 buah.
Memang ditemukan suara tidak sah, namun jumlahnya tidak signifikan. Masih ada 24.839 suara sah yang ikut pilpres putaran pertama 5 Juli lalu, dan hampir seluruhnya yakni sekitar 99,80 persen atau 24.794 jiwa memilih pasangan Wiranto-Wahid.
Kedekatan eksponen Al-Zaytun dengan konstituen Golkar sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Beberapa tokoh Golkar seperti Surya Paloh, mantan capres dari Partai Golkar, terbukti sudah beberapa kali berkunjung ke Ma’had Al-Zaytun, sebagaimana bisa dilihat dari berbagai publikasi yang diterbitkan Al-Zaytun, termasuk majalah bulanan Al-Zaytun.
Pada 27 Agustus 1999, Presiden Habibie meresmikan Ma’had Al-Zaytun. Sejak itu banyak berduyun-duyun orang penting Golkar berkunjung ke Al-Zaytun. Misalnya, Harmoko. Ia termasuk pendukung yang sering berkunjung ke Ma'had Al-Zaytun, bahkan melalui rubrik Kopi Pagi di Harian Pos Kota, Harmoko ikut serta mempromosikan Al-Zaytun sebagai kebanggaan umat Islam Indonesia.
Tokoh lainnya adalah Fuad Bawazier, yang disebut-sebut sebagai donatur aktif Abu Toto alias AS Panji Gumilang (Syekh Ma’had Al-Zaytun) sejak ketika ia masih menjadi Dirjen Pajak dan tetap aktif hingga kini. Menurut pengakuan pihak Al-Zaytun, Fuad Bawazier telah menyumbangkan dana sebesar satu miliar rupiah, termasuk membagi-bagikan secara gratis majalah bulanan Al-Zaytun kepada teman-temannya. Sebagaimana kita ketahui, sebelum “hijrah” ke PAN, Fuad Bawazier adalah tokoh Golkar.
Setelah menyimak data-data yang membuat semakin jelas adanya kedekatan antara Al-Zaytun dengan Golkar, data-data berikut ini memaparkan adanya kaitan antara Al-Zaytun dengan NII KW9 yang menghebohkan itu.
AS Panji Gumilang, yang saat ini menjabat sebagai Syekh Ma’had Al-Zaytun, adalah juga Imam/Presiden NII. Sebelumnya, sekitar 1997-2002, Abu Toto (nama lain AS Panji Gumilang) pernah menjabat pada Kementrian Pembangunan Luar Negeri dan Pendidikan.
Tokoh NII yang lebih senior dari AS Panji Gumilang, yaitu mereka yang berada pada satu masa dengan Imam NII SM Kartosoewirjo, seperti Ules Suja’i dan Adah Djaelani, kini menjabat sebagai Penasehat Ma’had Al-Zaytun. Keduanya pernah menjabat sebagai anggota Dewan Fatwa NII KW9 pada tahun 1997-2002.
Ma’had Al-Zaytun bernaung pada sebuah lembaga berbadan hukum yang bernama Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), berdasarkan akte pendirian tanggal 25 Januari 1994 nomor 61 oleh notaris Ny. Ii Rokayah Sulaeman SH, dan terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri Subang pada tanggal 28 Januari 1994. Para pengurus yayasan ini diberi pangkat dengan sebutan Eksponen Ma’had Al-Zaytun.
Seluruh tokoh yang menjabat sebagai Eksponen Ma’had Al-Zaytun adalah para pejabat (atau pernah menjabat) di NII KW9. Misalnya, Jafar al-Syubani, pernah menjabat sebagai Ketua Majlis Syuro (Dewan Syuro) NII KW9 tahun 1997-2002. Mantan Ketua YPI, KH Syarwani alias Handoko, sebelumnya pernah menjabat pada Kementrian Pembangunan Pertahanan NII KW9 tahun 1997-2002. Sejak 1993 ia sudah menjadi tokoh NII KW9.
Beberapa nama lain yang menjabat sebagai Eksponen Ma’had Al-Zaytun adalah Abu Hanifah yang pernah menjabat pada Kementrian Pembangunan Penerangan NII KW9 (1997-2002). Abu Qasim pernah menjabat pada Kementrian Pembangunan Urusan Hukum dan Syari’at NII KW9 (1997-2002). Taufiq Abdullah pernah menjabat pada Kementrian Pembangunan Aparatur Negara NII KW9 tahun 1997-2002. Begitu juga dengan H. Silmi Auliya pernah menjabat pada Kementrian Pembangunan Kesejahteraan Umat NII KW9 tahun 1997-2002.
Sedangkan Idris Darmin alias Furqon Prawira Negara pernah menjabat pada Kementrian Pembangunan Logistik dan Pembekalan NII KW9. Masrur Anwar pada Kementrian Pembangunan Kerja Raya NII KW9.
Imam Prawoto, anak kandung dari Abu Toto alias AS Panji Gumilang, di Mah’had Al-Zaytun menjabat sebagai Sekretaris YPI. Sebelumnya, pada 1997-2002 ia menjabat sebagai Sekjen Kementrian Penerangan NII KW9.
Jadi, seluruh pengurus YPI dan pejabat di Ma’had Al-Zaytun adalah petinggi atau mantan petinggi NII KW 9. Dengan demikian jelas sudah, bahwa ada kaitan yang nyata antara Ma’had Al-Zaytun dengan gerakan bawah tanah NII KW9.
Yang belum jelas, apakah ada kaitan antara Golkar dengan NII KW9?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar